Ketika manusia mati, pada dasarnya terjadi dua fase yaitu kematian somatis yaitu kematian sel-sel organ sehingga fungsi-fungsi jantung, pernafasan, pergerakan, dan aktivitas otak berhenti; dan kematian molekuler yaitu berlanjutnya kehancuran tubuh.
Organ-organ tubuh tidak mati secara bersamaan, misalnya otak bisa bertahan selama 3-7 menit setelah kematian, jantung sekitar 15 menit, dan ginjal 30 menit. Karena inilah memungkinkan dilakukannya transplantasi. Rambut dan kuku mayat tidak terus tumbuh. Mereka tampak seperti tumbuh karena kulit mayat menyusut. Ketika seseorang mati, berbagai tanda muncul. Awalnya kulit memucat dan kehilangan elastisitasnya, terjadi perubahan pada mata, dan otot-otot melembek sehingga bagian-bagian tubuh tertentu yang kontak dengan suatu permukaan, biasanya sekitar belikat, betis, dan bokong menjadi merata.
Selanjutnya terjadi aligor mortis ,yaitu mendinginnya tubuh karena ketika mati, tubuh secara bertahap berhenti menghasilkan panas sehingga tubuh akan mendingin sampai mencapai suhu yang sama dengan suhu lingkungan. Proses ini dipengaruhi beberapa faktor di antaranya lingkungan (tubuh lebih cepat mendingin di lingkungan yang dingin, lembap, dengan udara yang bergerak), dan suhu tubuh ketika mati, misalnya mati saat menderita infeksi berat dengan suhu tubuh di atas 40oC malahan bisa menaikkan suhu mayat selama beberapa jam setelah kematian.
Ketika aliran darah terhenti, maka gaya gravitasilah yang mengambil alih sehingga darah cenderung bergerak dan berakumulasi pada pembuluh kapiler dan urat darah halus di permukaan bawah tubuh dan muncul dalam bentuk warna biru kemerahan pada kulit.
Tubuh mayat biasanya kaku. Inilah yang disebut rigor mortis. Ketika hidup, kontraksi dan relaksasi otot-otot terjadi karena mekanisme kerja dua protein otot yaitu aktin dan miosin yang saling mengunci dan membuka. Mekanisme ini dapat bekerja karena adanya pemecahan molekul adenosin triposfat (ATP) yang menghasilkan energi. Ketika kematian terjadi, sel-sel tubuh tak lagi mendapat asupan oksigen sehingga kadar ATP dipertahankan hanya melalui pemecahan glikogen secara anaerobik (tanpa oksigen). Ketika sumber energi ini habis, miosin tetap terkunci dalam aktin sehingga otot terus terkontraksi dan rigor mortis pun terjadi.
Rigor mortis biasanya terjadi dalam 3-10 jam setelah kematian dan akan menghilang dalam 36-48 jam setelah kematian. Periode dan durasi ini bervariasi dipengaruhi berbagai faktor di antaranya adalah suhu. Suhu tinggi mempercepat terjadinya rigor mortis dan memperpendek durasinya. Faktor lainnya adalah penyakit dan kematian yang tidak alami. Kematian karena asphyxia (sesak dada) cenderung menunda terjadinya rigor mortis . Sejenis kekakuan otot yang disebut “kejang mayat” (cadaveric spasms) bisa terjadi pada mayat yang meninggal karena kekerasan seperti bunuh diri dengan pisau atau karena dibunuh, atau bisa juga karena mati tenggelam atau keracunan.
Proses rigor mortis biasanya dimulai pada otot-otot lebih kecil seperti pada kelopak mata, rahang bawah, dan leher sebelum kemudian mencapai batang dan anggota tubuh lainnya. Ketika rigor mortis telah sepenuhnya terjadi, tulang sendi pada tubuh menjadi tetap (fixed) sehingga untuk mengubah posisi anggota tubuh perlu kekuatan besar.
Gerakan spontan mayat dalam kasus tertentu bisa terjadi, seolah-olah mayat tersebut bangkit dan hidup kembali. Kaki mayat terlihat berkedut atau bergerak beberapa jam setelah kematian. Ini bukan karena roh hantu penasaran, tetapi karena reaksi biokimia. Satu pendapat menyebutkan hal ini terjadi karena adanya akumulasi gas karbondioksida dalam darah dan otot. Bahkan mayat seperti mengeluarkan bunyi ketika gas tersebut menggema pada pita suara.
Konfirmasi akhir bahwa kehidupan telah berakhir adalah terjadinya pembusukkan (putrefaksi) atau dekomposisi yaitu penguraian tubuh secara bertahap menjadi gas, cairan, dan garam karena aktivitas enzim dan mikroorganisme dalam tubuh kita.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan yang ingin ngobrol atau berkomentar disini :