About

Photobucket





19 Januari, 2011

Permanian Tradisional Anak Tempo Dulu ( yang hilang di makan zaman )

      
      Mengenang permainan anak yang biasa dimainkan saat masih kecil merupakan kenangan indah yang lucu. Beberapa permainan yang mungkin Anda mainkan saat masih kecil misalnya congklak, gasing, bekel, petak umpet, petak jongkok, gobak sodor, petak benteng, dan masih banyak permainan menarik lainnya. Mari kita telusuri satu per satu permainan tradisional yang mungkin kita mainkan saat kanak-kanak..


1. GOBAG SODOR

       Kenapa disebut gobak sodor mungkin menurutku karena permainan ini maju mundur melalui pintu-pintu. Dalam bahasa Belanda istilah gobak Sodor mungkin artinya sama dengan kata dalam Bahasa Inggris “Go Back Through the Door”, sebagian menyebutnya Galasin, bisa saja adaptasi bahasa dari bahasa Belanda yang kalau di Bahasa Inggriskan menjadi “Go Last In”, sayangnya kata-kata tersebut hanya rekaan rekayasa kutak-katik kataku saja jadi jangan ditanya kebenarannya.
Remaja sekarang mungkin tidak familiar dengan jenis permainan ini, karena selain tidak ada pialanya permainan ini perlu beberapa orang yang mengikutinya. Garis-garis penjagaan dibuat dengan kapur seperti lapangan bulu tangkis, bedanya tidak ada garis yang rangkap.
Gobak sodor terdiri dari dua tim, satu tim terdiri dari tiga orang. Aturan mainnya adalah mencegat lawan agar tidak bisa lolos ke baris terakhir secara bolak-balik. Untuk menentukan siapa yang juara adalah seluruh anggota tim harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area lapangan yang telah ditentukan.
Anggota tim yang mendapat giliran “jaga” akan menjaga lapangan , caranya yang dijaga adalah garis horisontal dan ada juga yang menjaga garis batas vertikal. Untuk penjaga garis horisontal tugasnya adalah berusaha untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk melewati garis batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas. Bagi seorang yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertikal maka tugasnya adalah menjaga keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah lapangan.
Permainan ini sangat menarik, menyenangkan sekaligus sangat sulit


Photobucket

Photobucket

Photobucket

2. ULAR NAGA
            Anak-anak berbaris bergandeng pegang 'buntut', yakni anak yang berada di belakang berbaris sambil memegang ujung baju atau pinggang anak yang di mukanya. Seorang anak yang lebih besar, atau paling besar, bermain sebagai "induk" dan berada paling depan dalam barisan. Kemudian dua anak lagi yang cukup besar bermain sebagai "gerbang", dengan berdiri berhadapan dan saling berpegangan tangan di atas kepala. "Induk" dan "gerbang" biasanya dipilih dari anak-anak yang tangkas berbicara, karena salah satu daya tarik permainan ini adalah dalam dialog yang mereka lakukan.
Barisan akan bergerak melingkar kian kemari, sebagai Ular Naga yang berjalan-jalan dan terutama mengitari "gerbang" yang berdiri di tengah-tengah halaman, sambil menyanyikan lagu. Pada saat-saat tertentu sesuai dengan lagu, Ular Naga akan berjalan melewati "gerbang". Pada saat terakhir, ketika lagu habis, seorang anak yang berjalan paling belakang akan 'ditangkap' oleh "gerbang".
Setelah itu, si "induk" --dengan semua anggota barisan berderet di belakangnya-- akan berdialog dan berbantah-bantahan dengan kedua "gerbang" perihal anak yang ditangkap. Seringkali perbantahan ini berlangsung seru dan lucu, sehingga anak-anak ini saling tertawa. Sampai pada akhirnya, si anak yang tertangkap disuruh memilih di antara dua pilihan, dan berdasarkan pilihannya, ditempatkan di belakang salah satu "gerbang".
Permainan akan dimulai kembali. Dengan terdengarnya nyanyi, Ular Naga kembali bergerak dan menerobos gerbang, dan lalu ada lagi seorang anak yang ditangkap. Perbantahan lagi. Demikian berlangsung terus, hingga "induk" akan kehabisan anak dan permainan selesai.

 Lagunya :
      "Ular naga panjangnya, bukan kepalang
      Menjalar-jalar selalu kian kemari
      Umpan yang lezat itulah yang dicari
      Ini dia nya yang terbelakang..."


Photobucket

Photobucket

3. DAKON / Congklak

      Permainan  menggunakan papan permainan yang memiliki 14 lubang dan 2 lubang induk yang ukurannya lebih besar. Dimainkan oleh 2 orang. Satu lubang induk terletak pada ujung papan dan lubang induk lainnya terletak di ujung lainnya. Di antara kedua lubang induk terdapat 2 baris yang tiap barisnya berisi 7 lubang yang jumlahnya 14 lubang.
       Permainan dakon dikenal sebagai permainan tradisional masyarakat Jawa sekalipun permainan ini dikenal juga di daerah lain. Pada masa lalu permainan ini sangat lazim dimainkan oleh anak-anak bahkan remaja wanita. Tidak ada yang tahu mengapa permainan ini identik dengan dunia wanita. Menurut beberapa pendapat karena permainan ini identik atau berhubungan erat dengan manajemen atau pengelolaan keuangan. Pada masa lalu (bahkan hingga kini) kaum hawa disadari atau tidak berperanan penting dalam pengelolaan keuangan rumah tangga. Dakon dianggap menjadi sarana pelatihan terhadap pengelolaan atau manajemen keuangan tersebut. Untuk kaum adam mungkin permainan semacam ini dianggap terlalu feminine, kurang menantang, tidak memerlukan kegiatan otot dan pengerahan tenaga yang lebih banyak. Jadi, barangkali dianggap terlalu lembut.

Photobucket

Photobucket

4. BEKEL

      Bekel biasanya dimainkan oleh anak-anak perempuan berusia 7 -- 10 tahun dengan jumlah pemain 2 sampai 4 orang. Permainan ini bersifat kompetitif atau bisa dipertandingkan dengan aturan-aturan yang disepakati bersama. 

Apa saja sih alat yang digunakan untuk bermain bekel?
1. Bola karet. Bola ini terbuat dari karet. Besarnya kira-kira seukuran bola pingpong atau bola golf. Bola ini biasanya berwarna-warni dengan motif yang menarik.

2. Biji bekel. Biji bekel ini ukurannya juga kecil. Biasanya terbuat dari kuningan yang berjumlah 10 buah. Setiap bijinya terdapat 4 muka yang berbeda.

Bagaimana cara mainnya?
Pertama , bola dan biji bekel itu digenggam menjadi satu, kemudian bola dilempar setinggi kurang lebih 30 cm. Setelah bolanya turun dan memantul, biji bekel dilepas dalam posisi acak, kemudian diambil satu per satu, dua-dua, tiga-tiga, dan seterusnya sampai habis.

Kedua , biji bekel yang sudah dilepas dari genggaman dibalikkan menjadi posisi menghadap ke atas atau istilahnya 'mlumah'. Kemudian, dibalikkan lagi menjadi posisi tengkurap atau 'mengkurep'.
Ketiga , permainan akan dinyatakan berakhir/berhenti atau istilahnya mati, jika saat pengambilan biji bekel tangan si pemain mengenai atau menyentuh biji bekel yang lain.

Photobucket

Photobucket

5. BENTHIK

       Gatrik atau dengan nama lain yaitu tak kadal, patil lele atau juga di kenal dengan nama benthik di daerah sekitar yogyakarta, jawa tengah. Pada masanya pernah menjadi permainan yang populer di Indonesia. Merupakan permainan kelompok, terdiri dari dua kelompok.
Permainan ini menggunakan alat dari dua potongan bambu yang satu menyerupai tongkat berukuran kira kira 30 cm dan lainnya berukuran lebih kecil. Pertama potongan bambu yang kecil ditaruh diantara dua batu atau di atas lubang (luwokan) harus dipersiapkan di atas tanah lalu dipukul oleh tongkat bambu, diteruskan dengan memukul bambu kecil tersebut sejauh mungkin, pemukul akan terus memukul hingga beberapa kali sampai suatu kali pukulannya tidak mengena/luput/meleset dari bambu kecil tersebut. Setelah gagal maka orang berikutnya dari kelompok tersebut akan meneruskan. Sampai giliran orang terakhir. Biasanya setelah selesai maka kelompok lawan akan memberi hadiah berupa gendongan dengan patokan jarak dari bambu kecil yang terakhir hingga ke batu awal permainan dimulai tadi. Makin jauh, maka makin enak digendong dan kelompok lawan akan makin lelah menggendong.


Photobucket

Photobucket

6. Cendak Ndodhok / Petak jongkok 
      dimainkan oleh banyak anak dan tidak memerlukan alat bantu.

        Cara bermain:

Tentukan satu orang yang akan mengejar. Untuk menghindari pengejar, setiap anak boleh jongkok. Bila jongkok berarti dia tidak dapat disentuh oleh pengejar. Anak yang berdiri dapat membangunkan anak yang jongkok. Tetapi, anak yang terakhir jongkok berarti akan menjadi pengejar menggantikan pengejar yang lama. Begitu juga dengan anak yang tidak jongkok namun berhasil disentuh oleh pengejar akan menjadi pengejar selanjutnya.

Photobucket

 
7. Petak umpet 
    dimainkan oleh banyak anak. Dan permainan ini tentunya paling kita gemari,karena keseruannya..

·         Cara bermain:

Satu orang pemain yang kalah akan menutup matanya pada salah satu tempat yang dianggap sebagai benteng, sementara yang lain mencari tempat untuk bersembunyi. Setelah menghitung sampai jumlah tertentu, maka mulailah pemain yang menutup mata tersebut mencari tiap orang yang bersembunyi.

Bila telah menemukan orang yang bersembunyi, pencari ini harus cepat-cepat berlari ke benteng sambil menyebut nama orang yang ketahuan persembunyiannya. Begitu juga dengan anak yang ketahuan, karena bila berhasil lebih dulu menyentuh benteng, maka pada tahap selanjutnya dia tidak akan jaga. Anak lain yang bersembunyi dapat pula menyentuh benteng agar tidak jaga pada tahap selanjutnya, asalkan tidak ketahuan dengan pencari.


Photobucket

8. Gasing

Gasing menggunakan mainan yang terbuat dari kayu berbentuk kerucut dan tali.

·         Cara bermain:

Memainkannya adalah dengan memutarnya, dengan cara melilitkan tali pada ujung kerucut, kemudian dilemparkan ke bawah sampai tali tertarik dan gasing berputar. Lemparan juga boleh diarahkan ke gasing lain agar terjatuh. Dibuat lingkaran untuk arena melemparkan gasing. Gasing yang berputar tidak boleh keluar dari lingkaran tersebut. Gasing yang berputar palinglama adalah pemenangnya.

Photobucket

9. LOMPAT TALI

Lompat tali atau "main karet" pernah populer di kalangan anak angkatan 70-an hingga 80-an. Permainan lompat tali ini menjadi favorit saat "keluar main" di sekolah dan setelah mandi sore di rumah. Sekarang, "main karet" mulai dilirik kembali antara lain karena ada sekolah dasar menugaskan murid-muridnya membuat roncean tali dari karet gelang untuk dijadikan sarana bermain dan berolahraga.

Photobucket
Cara bermainnya masih tetap sama, bisa dilakukan perorangan ataupun berkelompok. Jika hanya bermain seorang diri biasanya anak akan mengikatkan tali pada tiang, batang pohon atau pada apa pun yang memungkinkan, lalu melompatinya. Permainan secara soliter bisa juga dengan cara skipping, yaitu memegang kedua ujung tali kemudian mengayunkannya melewati kepala dan kaki sambil melompatinya.

Jika bermain secara berkelompok biasanya melibatkan minimal 3 anak. Diawali dengan gambreng atau hompipah untuk  menentukan dua anak yang kalah sebagai pemegang kedua ujung tali. Dua anak yang kalah akan memegang ujung tali; satu di bagian kiri, satu anak lagi di bagian kanan untuk meregangkan atau mengayunkan tali. Lalu anak lainnya akan melompati tali tersebut. Aturan permainannya simpel; bagi anak yang sedang mendapat giliran melompat, lalu gagal melompati tali, maka anak tersebut akan berganti dari posisi pelompat menjadi pemegang tali. Alat yang dibutuhkan cukup sederhana. Bisa berupa tali yang terbuat dari untaian karet gelang atau tali yang banyak dijual di pasaran yang dikenal dengan tali skipping.

beberapa perkembangan anak yang dapat distimulasi dengan permainan lompat tali ini:

Motorik kasar 
      Main lompat tali merupakan suatu kegiatan yang baik bagi tubuh. Dengan bermain lompat tali motorik kasar akan terstimulasi sehingga secara fisik anak jadi lebih terampil, karena bisa belajar cara dan teknik melompat yang dalam permainan ini memang memerlukan keterampilan tersendiri. Lama-kelamaan, bila sering dilakukan, anak dapat tumbuh menjadi cekatan, tangkas dan dinamis. Otot-ototnya pun padat dan berisi, kuat serta terlatih. Lompat tali juga dapat membantu mengurangi kejadian obesitas pada anak.

 Emosi
       Untuk melakukan suatu lompatan dengan tinggi tertentu dibutuhkan keberanian dari si anak. Berarti, secara emosi ia dituntut untuk membuat suatu keputusan besar; mau melakukan tindakan melompat atau tidak.

Ketelitian dan Akurasi
       Anak juga belajar melihat suatu ketepatan dan ketelitian. Misalnya, bagaimana ketika tali diayunkan, ia dapat melompat sedemikian rupa sehingga tak sampai terjerat tali dengan berusaha mengikuti ritme ayunan. Semakin cepat gerak ayunan tali, semakin cepat ia harus melompat.

Sosialisasi
       Untuk bermain tali secara berkelompok, anak membutuhkan teman yang berarti memberi kesempatannya untuk bersosialisasi. Ia dapat belajar berempati, bergiliran, menaati aturan, dan lainnya.
  
Intelektual
       Saat melakukan lompatan, terkadang anak perlu berhitung secara matematis agar lompatannya sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan dalam aturan permainan. Umpamanya, anak harus melakukan tujuh kali lompatan saat tali diayunkan. Bila lebih atau kurang, ia harus menjadi pemegang tali.

Photobucket

10. Benteng / Jeg - Jeg an

       Benteng atau Bentengan menurut Wikipedia Indonesia adalah permainan yang dimainkan oleh dua grup, masing-masing terdiri dari 4 sampai dengan 8 orang. Masing - masing grup memilih suatu tempat sebagai markas, biasanya sebuah tiang atau pilar sebagai 'benteng'. Tujuan utama permainan ini adalah untuk menyerang dan mengambil alih 'benteng' lawan dengan menyentuh tiang atau pilar yang telah dipilih oleh lawan dan meneriakkan kata benteng. Di area benteng biasanya ada area aman dimana untuk group yang memiliki tiang atau pilar itu sudah berada di area aman tanpa takut terkena lawan.

Kemenangan juga bisa diraih dengan 'menawan' seluruh anggota lawan dengan menyentuh tubuh mereka. Untuk menentukan siapa yang berhak menjadi 'penawan' dan yang 'tertawan' ditentukan dari waktu terakhir saat si 'penawan' atau 'tertawan' menyentuh 'benteng' mereka masing-masing. Orang yang paling dekat waktunya ketika menyentuh benteng berhak menjadi 'penawan' dan bisa mengejar dan menyentuh anggota lawan untuk menjadikannya tawanan.

Dalam permainan ini, biasanya masing - masing anggota mempunyai tugas seperti 'penyerang', 'mata-mata, 'pengganggu' , dan penjaga 'benteng'. Permainan ini sangat membutuhkan kecepatan berlari dankemampuan strategi yang handal.

Photobucket

Photobucket

11. KELERENG

Inilah permainan sejuta umat, selain layangan. Kelereng (atau dalam bahasa Jawa disebut nèkeran) adalah mainan kecil berbentuk bulat yang terbuat dari kaca, tanah liat, atau agate. Ukuran kelereng sangat bermacam-macam. Umumnya ½ inci (1.25 cm) dari ujung ke ujung. Kelereng dapat dimainkan sebagai permainan anak, dan kadang dikoleksi, untuk tujuan nostalgia dan warnanya yang estetik.


Photobucket

Sejarah Kelereng

Orang Betawi menyebut kelereng dengan nama gundu. Orang Jawa, neker. Di Sunda, kaleci. Palembang, ekar, di Banjar, kleker. Nah, ternyata, kelereng juga punya sejarah. Ini kuketahui saat membaca majalah Intisari edisi Desember 2004, rubrik asal-usul, hal 92.

Sejak abad ke-12, di Prancis, kelereng disebut dengan bille, artinya bola kecil. Lain halnya di Belanda, para Sinyo-Sinyo itu menyebutnya dengan knikkers. Lantas, adakah pengaruh Belanda, khususnya di Jawa, knikkers diserap menjadi nekker? Mengingat, Belanda pernah ‘numpang hidup’ di Indonesia.

Tahun, 1694. Di Inggris ada istilah marbles untuk menyebut kelereng. Marbles sendiri digunakan untuk menyebut kelereng terbuat dari marmer yang didatangkan dari Jerman. Namun, jauh sebelumnya, anak-anak di Inggris telah akrab menyebutnya dengan bowls atau knikkers.

Kelereng populer di Inggris dan negara Eropa lain sejak abad ke-16 hingga 19. Setelah itu baru menyebar ke Amerika. Bahan pembuatnya adalah tanah liat dan diproduksi besar-besaran.

Jauh pada peradaban Mesir kuno, tahun 3000 SM, kelereng terbuat dari batu atau tanah liat. Kelereng tertua koleksi The British Museum di London berasal dari tahun 2000-1700 SM. Kelereng tersebut ditemukan di Kreta pada situs Minoan of Petsofa.

Pada masa Rowami, permainan Kelereng juga sudah dimainkan secara luas. Bahkan, menjadi salah satu bagian dari festival Saturnalia, yang diadakan saat menjelang perayaaan Natal. Saat itu semua orang saling memberikan sekantung biji-bijian yang berfungsi sebagai kelereng tanda persahabatan.

Salah seorang penggemar kelereng adalah Octavian, kelak menjadi Kaisar Agustus. Layaknya permainan, di Romawi saat itu juga mempunyai aturan-aturan resmi. Peraturan tersebut menjadi dasar permainan sekarang.

Teknologi pembuatan kelereng kaca ditemukan pada 1864 di Jerman. Kelerang yang semula satu warna, menjadi berwarna-warni mirip permen. Teknologi ini segera menyebar ke seluruh Eropa dan Amerika. Namun, akibat Perang Dunia II, pengiriman mesin pembuat kelereng itu sempat terhenti danahkirnya tiap negara mengembangkan caranya sendiri.


12.Enggrang

      Enggrang adalah salah satu jenis kesenian dan akhirnya menjadi permainan tradisional Indonesia yang mendapat pengaruh dari budaya China.
Enggrang yang mulai berkembang tahun 1960-an di Kabupaten Karawang Jawa Barat ini dikenal sebagai suatu pertunjukan yang diiringi berbagai alat musik tradisional Jawa Barat. Namun, lama-lama berkembang menjadi permainan tradisional.
Enggrang adalah permainan tradisional Indonesia yang belum diketahui secara pasti dari mana asalnya, tetapi dapat dijumpai di berbagai daerah dengan nama berbeda-beda seperti : sebagian wilayah Sumatera Barat dengan nama Tengkak-tengkak dari kata Tengkak (pincang), Ingkau yang dalam bahasa Bengkulu berarti sepatu bambu dan di Jawa Tengah dengan nama Jangkungan yang berasal dari nama burung berkaki panjang. Egrang sendiri berasal dari bahasa Lampung yang berarti terompah pancung yang terbuat dari bambu bulat panjang. Dalam bahasa Banjar di Kalimantan Selatan disebut batungkau.
Alat permainan tradisional satu ini sudah tidak asing lagi bagi anak-anak di lingkungan masyarakat Jawa, karena hampir pasti bisa ditemui dengan mudah di berbagai tempat di pelosok pedesaan dan perkotaan, pada masa lalu. Enggrang termasuk permainan anak, karena permainan ini sudah muncul sejak dulu paling tidak sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, semasa penjajahan Belanda. Hal itu seperti terekam di Baoesastra (Kamus) Jawa karangan W.J.S. Poerwadarminto terbitan 1939 halaman 113, disebutkan kata enggrang-enggrangan diartikan permainan dengan menggunakan alat yang dinamakan enggrang. Sementara enggrang sendiri diberi makna bambu atau kayu yang diberi pijakan (untuk kaki) agar kaki leluasa bergerak berjalan.
Enggrang dibuat secara sederhana dengan menggunakan dua batang bambu (lebih sering memakai bahan ini daripada kayu) yang panjangnya masing-masing sekitar 2 meter. Kemudian sekitar 50 cm dari alas bambu tersebut, bambu dilubangi lalu dimasuki bambu dengan ukuran sekitar 20-30 cm yang berfungsi sebagai pijakan kaki. Maka jadilah sebuah alat permainan yang dinamakan enggrang. Bambu yang biasa dipakai adalah bambu apus atau wulung, dan sangat jarang memakai bambu petung atau ori yang lebih besar dan mudah patah.

Photobucket

13.Cublak-cublak Suweng

       Permainan ini dimainkan olehbeberapa anak/orang, tetapi minimal tiga orang. Akan tetapi lebih baik antara 6 sampai delapan orang. Tujuan dari permainan ini adalah Pak Empo menemukan anting (suweng) yang disembunyikan seseorang.
       Pada awal permaianan beberapa orang berkumpul dan mengundi/ menentukan salah satu dari mereka untuk menjadi Pak Empo. Biasanya pengundiannya melalui pingsut/encon/undian biasa. Setelah ada yang berperan sebagai pak Empo. Maka mereka semua duduk melingkar. Sedangkan Pak Empo berbaring telungkup di tengah-tengah mereka. Masing-masing orang menaruh telapak tangannya menghadap ke atas di punggung pak Empo.

Salah seorang dari mereka mengambil kerikil atau benda (benda ini dianggap sebagai anting). Lalu mereka semua bersama-sama menyanyikan cublak-cublak suweng sambil memutar kerikil dari telapak tangan yang satu ke yang lainnya. begitu terus sampai lagu tersebut dinyanyikan beberapa kali (biasanya 2-3 kali).

Setelah sampai di bait terakhir ...Sir-sir pong dele gosong pak Empo Bangun dan pemain lainnya pura-pura memegang kerikil. Tangan kanan dan kiri mereka tertutup rapat seperti menggenggam sesuatu. Hal ini untuk mengecoh pak Empo yang sedang mencari ”suwengnya”. Masing-masing pemain mengacungkan jari telunjuk dan menggesek-gesekkan telunjuk kanan dan kiri (gerakannya) persis seperti orang mengiris cabe. Mereka semua tetap menyanyikan Sir-sir pong dele gosong secara berulang-ulang sampai pak Empo menunjuk salah seorang yang dianggap menyembunyikan anting.

Ketika pak Empo salah menunjuk maka permainan dimulai dari awal lagi (pak Empo berbaring). Dan ketika pak Empo berhasil menemukan orang yang menyembunyikan antingnya maka orang tersebut berganti peran menjadi pak Empo. Permainan selesai ketika mereka sepakat menyelesaikannya.


Photobucket

14. Jamuran

      Jamuran ini adalah permainan tradisional di Yoyakarta, Jawa Tengah dan sekitarnya yang dulu kerap dimainkan anak-anak. Sebelum permainan ini dimulai biasanya di awali dengan hompimpah untuk menentukan siapa menang siapa kalah. kalah atau menang, anak-anak tetap riang. anak-anak yang menang, bergandengan membentuk lingkaran sembari melantunkan syair jamuran sementara satu anak yang berdiri di tengah lingkaran yang menandakan bahwa anak itu yang kalah.

"Jamuran… jamuran…ya ge ge thok
jamur apa ya ge ge thok
Jamur payung, ngrembuyung kaya lembayung
sira badhe jamur apa?"

begitu kira-kira syairnya..

Photobucket

tiba pada kalimat 'sira badhe jamur apa?', si anak yang berada di tengah lingkaran lantas berteriak menyebut sebuah gerakan pura-pura yang wajib kami perbuat. anak-anak lain yang semula bergandengan tangan membentuk lingkaran, kontan berhamburan. Untuk menirukan seperti apa yang di ucapkan si anank yang kalah tadi. Misal seperti ini.....

'jamur montor!'

ketika di ucapkan 'jamur montor! Anak-anak yang berhamburan untuk berubah menjadi berbagai kendaraan beroda. ada yang menjadi mobil polisi. ada yang menjadi dokar. ada yang menjadi sepeda motor. ada yang menjadi kereta. masing-masing kami bergumam menirukan suara tiap-tiapnya sembari berjalan mondar-mandir. hingga terdengar lagi sebuah suara.

'jamur patung!'

lantas anak-anak bergegas menjadi patung. diam tak bergerak. tidak boleh tersenyum. tidak boleh tertawa. meski digoda. meski diajak berbicara.

bagi anak yang tertawa, tersenyum, atau yang bergerak akan terkena hukuman yaitu ia harus menggantikan posisi anak yang kalah tadi.
bila sudah ada yang terkena, kami lantas bermain lagi dari mula. bila sudah ada terhukum, kami yang terbebas bisa lega tersenyum.

yang kena hukuman, masuk ke dalam lingkaran. yang lainnya, bergandengan tangan melingkar dan mulai menembang. jamuran... jamuran... ya ge ge thok............ . . .

tiba pada kalimat 'sira badhe jamur apa?'(intinya permainan dimulai seperti awal tadi).

'jamur monyet!'

Anak-anak segera melepas tautan tangan. semua berhamburan. macam-macam gerakannya. ada yang dengan segera memanjat pohon. ada yang hanya menggaruk-garuk kepala. ada yang sesekali meloncat-loncat. ada yang seketika duduk dan berpura-pura seperti sedang mencari kutu pada kepala temannya.

anak-anakpun banyak yang tertawa terpingkal karenanya.
'jamur patung!'

maka seketika itu juga kami tidak boleh bergerak. seketika itu juga kami tidak boleh tertawa.

nyatanya ada yang tidak bisa, tetap terpingkal sehingga terkena hukuman. Jika yang terkena hukuman lebih dari satu maka ditentukan dengan pingsut atau hompipah.

15. Ingkling

       Ingkling adalah nama permainan dengan cara melompat-lompat menggunakan sebelah kaki dan berhenti dengan tumpuan kedua kaki pada kota-kota tertentu. Permainan ingkling lebih digemari oleh anak perempuan.

Cara bermain:

Semua gacuh pemain disimpan di kotak pertama.
Pemain pertama harus melewati kotak pertama menuju kota berikutnya dengan sebelah kaki. Baru pada bentuk setengah lingkaran atau bagian tengah gambar kapal, kedua kaki boleh menginjak tanah, yang disebut bro.
Setelah itu, menginjak kotak-kotak berikutnya masih dengan sebelah kaki. Setelah berhasil melewati satu putaran, diteruskan ke kotak berikutnya hingga habis. Setiap kotak yang ada gacuh, baik gacuh milik orang yang sedang atau belum bermain, tidak boleh diinjak melainkan harus dilangkahi.

Setelah semua kotak berhasil dilalui, gacuh tidak lagi dilempar ke dalam kotak melainkan dimainkan pada tangan. Pertama, gacuh di telapak dilontarkan ke atas lalu jatuh pada posisi telapak tangan terbalik. Dalam posisi gacuh seperti itu, pemain melakukan ingkling pada seluruh kotak gambar. Kedua, gacuh yang berada di balik telapak tangan dilontarkan lagi ke atas dan jatuh pada posisi telapak tangan mengepal. Tepatnya, gacuh jatuh pada kepalan di baian atas telunjuk dan ibu jari atau vertikal. Dalam posisi seperti itu, dia ingkling lagi. Ketiga, dari posisi tadi, gacuh dilontarkan lagi ke atas dan jatuh pada posisi kepalan yang hroizontal. Selanjutnya dia ingkling lagi. Terakhir, gacuh tidak dilontarkan melainkan disimpan di atas kepala. Dalam posisi seperti itu, pemain tidak melakukan ingkling melainkan hanya berjalan menginjak seluruh kotak yang ada.

Usai memainkan gacuh di tangan dan di kepala, pemain berhak untuk melemparkan gacuh dalam posisi membelakangi gambar. Gacuh diletakkan di punggung tangan, lalu diayunkan ke atas melewati kepala dengan harapan gacuh jatuh tepat di dalam kotak. Jika berhasil, pada kotak itu dibuat bintang yang menjadi miliknya. Konsekuensi dari binta itu adalah dia bisa melakukan bro atau menginjakkan kedua telapak kaki di kotak tersebut.
      Pergantian pemain terjadi karena beberapa hal: (1) pemain tidak berhasil menempatkan gacuh di dalam kotak secara tepat, misalnya tepat pada garis, keluar dari kotak, atau memasuki kotak lain; dan (2) pemain tidak berhasil melakukan ingkling dengan baik, misalnya menginjak garis atau kaki sebelahnya lagi tidak ditekuk ke atas.


Photobucket


16. LAYANGAN

      Permainan yang terahkir ini tentunya paling di kenal dari anak hingga dewasa.. Permainan ini penuh dengan imajinasi,tehknik,dan hal hal yang mendebarkan. Aplagi saat kita beradu layangan dengan teman di udara. Sorak sorai teman-teman yang lain akan selalu bergemuruh. Setelah salah satu kalah dan terputus, maka sekelompok anak akan ramai-ramai berlari mengerjar layangan putus tersebut.. Permainan ini merupakan cikal bakal dari permainan AEROMODELLING. Dimana ke akuratan sudut dan berat kertas,menjadi patokan ke stabilan layangan.
      Ini adalah permainan favoritku.. Tak akan mati di segala zaman. Walau peminatnya berkurang.
Peralatannya pun sederhana.. hanya bambu ringan,senar gelasan, serta kertas minyak.. Kalau mau praktis,tinggal beli saja diwarung, total nya cm Rp500 perak,jaman dulu. Kalau sekarang sih,mungkin cuma Rp 3000 saja... Tapi ini untuk yang jenis sederhana. Kalau yang bagus, dan berukuran besar asik,dimainkan di tepi pantai bersama-sama.


Photobucket

Photobucket


      Masih banyak jenis permainan lain yang sering kita jumpai di daerah-daerah. Yoyo, hoola hoop, dan masih banyak lagi bila disebutkan. Yang jelas, permainan semacam ini perlu kita lestarikan ke anak-cucu kita. Supaya mereka juga bisa menghargai warisan budaya bangsa ini. Tidak hanya bermain yang modern saja, permainan daerah juga wajib untuk di pertahankan.

4 komentar:

saya hari ini teringat masa kecil saya yang di desa.. bnyak permainan dari yang ditulis disini yang saya tahu dan pernah mainkan seperti cublak2, go back to door, engklek/soda manda, dakon, delikan, ular nada, jamuran, bekelan, ding dong/lompat tali dan semuanya itu seru sekali karena melibatkan banyak teman.. dan sekarang saya prihatin, anak2 kecil SD tidak ada yang memainkannya karena mungkin tidak tahu cara bermainnya.. maka dari itu saya malah jadi kepikiran agar permainan ini di jadikan buku seperti halnya buku mengenai outbond, survival, dll.. sehingga mungkin bisa di ajarkan di sekolah2 saat pelajaran olahraga sehingga nilai2 yang ada di dalamnya tidak luntur.. semoga yang membaca ini dapat menindaklanjuti.. maturnuwun

Informasi yang sangat bermanfaat. Terima kasih untuk admin.
Semoga dapat menambah wawasan Saya dengan topik yang telah admin bahas.
Visit: Download Game Flower House di Sini

Semua berita yang ada di website anda sangat menarik perhatian untuk di simak, salam sehat. . . !! Semoga beritanya dapat bermanfaat! share ya gan, thanks nih!!

permainan tradisional Jawa Tengah ini bikin gw inget zaman masa kecil dulu. tapi sayang sekarang udah jarang dimaenkan.

Posting Komentar

silahkan yang ingin ngobrol atau berkomentar disini :

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More