About

Photobucket





11 Februari, 2011

Perkembangan PERS Indonesia, dari Masa ke Masa

Photobucket

Negara Demokrasi adalah negara yang mengikut sertakan aspirasi serta partisipasi masyarakat di dalam ke-pemerintahan serta menjamin terpenuhinya hak dasar rakyat dalam hal kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu hak dasar masyarakat adalah menyampaikan segala pemikiran dan aspirasinya,baik secara lisan Maupun Tertulis. 
Pers adalah sarana bagi masyarakat untuk menampung segala pemikiran masyarakat dan memiliki peranan penting guna membangun sebuah negara demokrasi.  Dimana seluruh sumber yang ada betul-betul riil dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Maka inilah perjalanan singkat kehidupan Pers di Indonesia dari masa ke masa..:
Pers pada Masa Penjajahan
1. Hindia Belanda
Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan jurnalisme sebagai alat perjuangan. Namun Penjajah Belanda, yang sangat mengetahui pengaruh surat kabar terhadap masyarakat indonesia, maka mereka memandang perlu membuat UU untuk membendung pengaruh pers Indonesia karena merupakan momok yang harus diperangi. Selain mengeluarkan KUHP Belanda juga mengeluarkan mengeluarkan aturan yang bernama Persbreidel Ordonantie, yang memberikan hak kepada pemerintah Hindia Belanda untuk menghentikan penerbitan surat kabar atau majalah Indonesia yang dianggap berbahaya. Kemudian Belanda juga mengeluarkan Peraturan yang bernama Haatzai Artekelen, yautu berisi pasal-pasal yang mengancam hukuman terhadap siapapun yang menyebarkan perasaan permusuhan, kebencian, serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland dan Hindia Belanda, serta terhadap sesutu atau sejumlah kelompok penduduk Hindia Belanda. Beberapa surat kabar yang terbit di zaman ini adalah Bintang Timur, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode.
2. Jepang
Pada masa penjajahan Jepang, orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya melainkan dengan jalan lain seperti organisasi keagamaan , pendidikan dan politik. Hal ini menunjukkan bahwa di masa Jepang pers Indonesia tertekan. Surat kabar yang beredar pada zaman penjajahan Belanda dilarang beredar, meskipun begitu ada lima media yang mendapat izin terbit, yaitu: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.
Walaupun pers tertekan dimasa Jepang namun ada beberapa keuntungan antara lain :
· Pengalaman yang diperoleh para karyawan pers indonesia bertambah. Terutama dalam penggunaan alat cetak yang canggih ketimbang Zaman belanda.
· Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan makin sering dan luas.
· Adanya pengajaran untuk rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang disajikanoleh sumber-sumber resmi Jepang.
  
Pers pada Masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin (Orde Lama)
Pers di masa demokrasi liberal (1949-1959) landasan kemerdekaan pers adalah konstitusi RIS 1949 dan UUD Sementara 1950, yaitu Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat. Isi pasal ini kemudian dicantumkan dalam UUD Sementara 1950. Awal pembatasan pers di masa demokrasi liberal adalah efek samping dari keluhan wartawan terhadap pers Belanda dan Cina, namun pemerintah tidak membatasi pembreidelan pers asing saja tetapi terhadap pers nasional. Demokrasi liberal berakhir ketika Orde Lama dimulai. Era demokrasi liberal adalah sejak Pemilu 1955 hingga Dekrit Presiden 1959.
Pada masa orde lama kebebasan pers cukup dijamin, karena masa itu adalah masa dimana pers merupakan sarana yang dipakai pemerintah maupun oposisi untuk menyiarkan kebijakannya dan pers itu sendiri menjadi lebih berkembang dengan hadirnya proyek televisi pemerintah yaitu TVRI. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia muncul dengan teknologi layar hitam putih. Namun, karena TVRI adalah stasiun televisi milik negara, maka pemerintah jugalah yang menguasainya. Berikut ini merupakan ciri-ciri pers pada masa orde lama:
· Terbagi atas beberapa jenis, yaitu umum dan politik.
· Pers berafiliasi ke partai politik amat banyak dan justru oplahnya tinggi. Contohnya: Suluh Marhaen ke PNI (Partai Nasional Indonesia) dan Bintang Timur berafiliasi ke PKI (Partai Komunis Indonesia)
· Penyerangan terhadap lawan politik amat lazim. Headline (kepala berita) dan karikatur yang sarkastis/kasar amat lazim digunakan. Bahkan tidak tabu menggambarkan lawan politik sebagai anjing misalnya, meski ia menjabat sebagai menteri sekalipun.
· Menjelang Orde Lama jatuh, muncul media massa yang anti Soekarno dan Orde Lama. Terbagi menjadi media kampus seperti Harian KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) atau Gelora Mahasiswa UGM. Sementara media umum seperti Kompas.
· Radio swasta niaga nyaris tidak ada. Hanya ada RRI yang jangkauannya luas. Namun ada radio komunitas yg dibuat mahasiswa seperti Radio ARH (Arief Rahman Hakim) dari UI dgn jangkauan terbatas.
· Contoh pers umum yaitu Indonesia Raya, Merdeka.
Photobucket


Pers pada Masa Orde Baru
Pada awal kepemimpinan orde baru menyatakan bahwa membuang jauh praktik demokrasi terpimpin diganti dengan demokrasi Pancasila, hal ini mendapat sambutan positif dari semua tokoh dan kalangan, sehingga lahirlah istilah pers Pancasila. Menurut sidang pleno ke 25 Dewan Pers bahwa Pers Pancasila adalah pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Hakekat pers Pancasila adalah pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial yang konstruktif.
Masa kebebasan ini berlangsung selama delapan tahun disebabkan terjadinya peristiwa malari (Lima Belas Januari 1974) sehingga pers kembali seperti zaman orde lama. Dengan peristiwa malari beserta beberapa peristiwa lainnya, beberapa surat kabar dilarang terbit/dibredel, yaitu Kompas, Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo yang merupakan contoh-contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini. Pers pasca peristiwa malari cenderung pers yang mewakili kepentingan penguasa, pemerintah atau negara. Kontrol terhadap pers ini dipegang melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis Indepen yang mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa aktivisnya dimasukkan ke penjara. Pemerintah orde baru menganggap bahwa pers adalah institusi politik yang harus diatur dan dikontrol sebagaimana organisasi masa dan partai politik.
  
Pers pada Masa Reformasi- Sekarang
Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi.
Kalangan pers kembali bernafas lega karena pemerintah mengeluarkan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi manusia dan UU no. 40 tahun 1999 tentang pers. Dalam UU Pers tersebut dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai Hak azasi warga negara (pasal 4) dan terhadap pers nasioal tidak lagi diadakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 2). Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan memiliki hak tolak agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi, kecuali hak tolak gugur apabila demi kepentingan dan ketertiban umum, keselamatan negara yang dinyatakan oleh pengadilan. Hingga kini Kegiatan jurnalisme diatur dengan Undang-Undang Penyiaran dan Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan Dewan Pers. Namun kegiatan jurnalisme ini juga cukup banyak yang melanggar kode etik pers sehingga masih menimbulkan kontroversi di masyarakat.

Photobucket

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan yang ingin ngobrol atau berkomentar disini :

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More